Media sosial saat ini bisa diakses dengan amat gampang oleh siapa malahan. Kemudahan hal yang demikian memang memiliki banyak positif apabila saja kita sebagai pengguna dapat memakainya dengan bijak. Namun, akan menjadi sumber masalah apabila tak menggunakannya dengan benar. Alhasil hal yang demikian seperti yang terjadi kepada salah satu Pendeta Gereja Tiberias Indonesia, Yesaya Pariadji. Kasus yang membawa salah satu nama pendeta gereja di Indonesia tersebut berawal dari seseorang berinisial AS yang menyebarkan ujaran kebencian.
Ujaran kebencian tersebut dimaksudkan kepada Presiden dan Partai yang menyokongnya. Melainkan, banyak pengguna media sosial yang mengecam ujaran buruk hal yang demikian dan memperbincangkannya. Tanpa dikira, Pendeta GTI, Yesaya Pariadji kemudian membikin bantahan atas ujaran buruk yang dijalankan oleh pelaku AS tak ada sangkut paut dengan dirinya dan GTI. Kasus hal yang demikian tak http://pendetatiberiasyesayapariadji.blogspot.co.id/ hanya berakhir dengan permintaan maaf dari pelaku kepada pihak Presiden. Warganet telah terlanjur menyebarkan kasus tersebut dan dengan ramai memperbincangkannya. Bermain media sosial memang dapat dijalankan oleh siapa pun. Kita bisa memposting apa malahan atau meninggalkan komentar apa bahkan di postingan orang lain. Melainkan, semua yang kita lakukan akan kembali terhadap kita. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Seseorang bisa dengan gampang memberikan ujaran buruk terhadap pengguna lainnya, namun jangan lupakan bahwa kita akan membayar apa yang sudah kita lakukan. Bermain media sosial hendaknya dapat kita lakukan dengan arif dengan memikirkan pengaruh dan perasaan orang lain akan ujaran yang kita berikan. Mencemooh orang lain yang bahkan tidak kita kenal secara personal bukanlah hal bagus yang dapat kita lakukan, seandainya kita tak mengerti dengan kasus yang akan kita komentari. Apalagi bila hal tersebut menyangkut dengan orang penting di negeri ini. Kasus yang terjadi pada pelaku AS yang membawa nama Pendeta Yesaya Pariadji merupakan salah satu kasus dari banyaknya kasus tentang ujaran kebencian di media sosial. Akhirnya tersebut tidak wajib kita tiru karena pemerintah sudah memutuskan UU seputar ujaran kebencian yang kita tulis di media sosial. Kesudahannya hal yang demikian tentu sangat tepat mengingat ujaran buruk tanpa bukti bisa menimbulkan fitnah sekalian mencemarkan nama bagus pihak tertentu.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
August 2019
Categories |